Ads 728x90

The Heroine Stole My Regression Chapter 4: The Heroine Stole My Regression

Posted by Kuzst, Released on

Option

 [06:00 AM]


Smart watch berbunyi menandakan pukul 6 pagi.


Berhenti berisik. Aku sudah bangun.


Rutin olahraga pagi yang telah menjadi kebiasaan selama 10 tahun terakhir. Tidak pernah sekalipun aku melewatkannya. Jika melewatkan, pasti akan dipukuli.


Udara pagi di bulan Maret masih terasa dingin. Aku mengangkat resleting hoodie sampai ke atas dan mulai berlari.


Setelah sekitar 10 menit berlari, udara pagi yang awalnya terasa dingin mulai terasa familiar. Setiap kali di waktu ini, ketenangan kota sebelum benar-benar bangun selalu membuat hati terasa tenang.


‘Memang besar ya.’


Area akademi seluas ini memang pantas disebut sebagai kota akademi.


Fasilitas di dalam akademi sendiri sudah seperti sebuah kota kecil. Mulai dari gedung utama, jalur jalan kaki, gym, fasilitas penelitian, hingga area perbelanjaan untuk siswa—secara teori, di sini kita tidak perlu keluar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Rute yang aku lalui adalah jalur melingkar di pinggiran akademi. Panjangnya jalan membuatku benar-benar merasakan luasnya area ini. Saat napasku mulai terengah-engah, terdengar suara langkah kaki dari belakang.


-Tak, tak, tak.


Awalnya aku tidak memperhatikan. Pasti bukan hanya aku yang berolahraga pagi ini.


-Tak tak tak


Tapi suara langkah kaki itu terus mengikuti ritme lari ku. Secara alami, aku menoleh.


‘… Yoo Hana?’


Rambut birunya berkilau diterpa sinar matahari pagi, bergoyang dengan ritme yang teratur.


Dia mengenakan setelan training bermerek yang rapi, diam-diam berlari di belakangku tanpa mengucapkan sepatah kata.


Apakah ini lanjutan dari kejadian sebelumnya?


Aku lebih suka berolahraga sendirian. Saat berlari, aku bisa merapikan pikiranku dan melatih tubuhku, jadi kehadiran orang lain di sampingku seringkali terasa mengganggu.


Jadi awalnya aku merasa terganggu. Tapi karena dia tidak mengatakan apa-apa dan hanya menjaga jarak, aku pun tidak terlalu memperhatikannya.


Ya, ini juga karena aku terlalu sadar diri.


‘Dia hanya keluar untuk berolahraga.’


Yoo Hana tidak melakukan apa pun padaku.


Seolah tidak ingin mengganggu ritme lari ku, dia tetap menjaga jarak dan berlari tanpa berbicara.


Napasnya teratur, dan suara langkah kakinya juga terasa alami mengikuti ritme ku.


Aku mencoba meningkatkan kecepatan.


Dia tidak terkejut, seolah sudah menunggu, dan langsung menyesuaikan dengan tempo ku.


Rasanya seperti memiliki pacemaker.


Kami terus berlari cukup lama.


-Pip-


Smart watch ku berbunyi menandakan 10 km sudah tercapai.


Aku perlahan mengurangi kecepatan dan berhenti.


Dengan suara detak jantung yang berdegup kencang, aku menatap pergelangan tanganku.


Saat angka itu terlihat, alisku naik tanpa sadar. Ini rekor terbaikku.


‘Tidak terduga.’


Biasanya rekor ini sulit untuk dipecahkan, tapi hari ini entah kenapa terasa mudah.


Tanpa sadar, aku menoleh ke samping.


Yoo Hana sedang menenangkan napasnya dan menatap ke depan.


Napasnya tetap teratur, bahkan keringat di dahinya berkilauan di bawah sinar matahari pagi, membuatnya terlihat rapi.


‘Dia tidak terlihat lelah.’


Saat aku hendak memalingkan pandangan, Yoo Hana menoleh dan mata kami bertemu.


“Kamu berlari dengan baik.”


“Berlari dengan baik?”


Kami berbicara bersamaan.


Kami saling menatap sejenak dalam keheningan. Dalam suasana yang agak canggung, pandangan kami bertemu.


Dan kemudian senyum tipis muncul.


“Kamu selalu keluar seperti ini?”


Yoo Hana yang memecahkan keheningan.


“Selama kakiku masih baik.”


Dia tersenyum kecil mendengar jawabanku.


“Kalau begitu, aku… boleh ikut keluar lagi?”


Aku menarik napas panjang dan menurunkan resleting hoodie ku. Udara hangat dari berlari membuatku kepanasan.


“Itu bukan hal yang perlu kamu tanyakan padaku. Itu kebebasanmu.”


Dia sedikit menundukkan kepala dan tersenyum samar.


“…Baik, terima kasih.”


Aku juga tidak keberatan. Yoo Hana adalah sumber daya inti dari cerita ini, awalnya kupikir mendekatinya akan sulit, tapi jika bisa terjalin secara alami seperti ini, itu lebih baik.


Sebenarnya, tidak hanya Yoo Hana, semua heroine juga begitu.


Biasanya, aku -> protagonis -> heroine adalah urutannya. Langsung berinteraksi pasti akan sulit.


Tapi jika urutannya berubah? Justru lebih baik. Cukup berikan dukungan yang mereka butuhkan.


Yoo Hana menatapku sejenak lalu mengangguk.


Rambut birunya bergoyang lembut diterpa sinar matahari pagi.


“Sampai nanti. Pasti.”


Dia memberikan salam singkat dan berjalan menuju jalan lain dengan langkah ringan.


Awalnya aku merasa ada sesuatu yang aneh dari Yoo Hana, tapi setelah berbicara, ternyata tidak. Penampilannya tadi lebih mirip dengan Yoo Hana dalam setting yang aku ketahui.


Aku menatap punggungnya sejenak lalu memeriksa waktu.


[6:36 AM]


Masih ada waktu yang cukup.


Aku sudah siap menghadapi hari pertama di akademi.


***


Sebelum datang ke Akademi Gaon, di sekolah militer biasa, perbedaan antara pria dan wanita sangat ketat.


Interaksi di antara mereka sangat dilarang, bahkan tidak diberi kesempatan untuk menyalurkan energi berlebih yang dimiliki remaja.


Tapi Gaon berbeda.


Di sini, tidak ada aturan tentang pacaran. Bahkan, bisa dibilang sangat longgar.


Di hari pertama, remaja akhir yang penuh semangat berkumpul tanpa memandang jenis kelamin atau usia.


Ketertarikan yang terpendam akhirnya meledak.


‘Lakukan saja semaumu.’


Ini jelas tidak ada hubungannya denganku.


Berapa usia mereka? Jika dihitung berdasarkan usia sebelum aku merasuki tubuh ini, selisihnya lebih dari 10 tahun.


Para siswa pria berbicara dengan suara yang lebih rendah dari biasanya dan menggunakan nada yang berlebihan, sementara para siswa wanita berpura-pura acuh tak acuh sambil sedikit meningkatkan volume tawa mereka untuk menarik perhatian.


Mereka sangat menggemaskan. Muda memang lebih baik. Ah, aku juga masih muda sekarang.


Bagaimanapun, lebih baik mereka banyak tertawa sekarang. Karena sebentar lagi mereka tidak akan bisa tertawa.


Karena pelajaran pertama di kelas protagonis pasti….


Aku duduk di kursi paling belakang lagi.


Setelah beberapa menit mengamati, tiba-tiba pintu terbuka dan suara langkah kaki memasuki ruangan. Para siswa langsung diam. Ada sosok besar dengan aura kuat berdiri di sana.


“Diam.”


Hanya satu kata. Ruangan langsung hening.


Instruktur itu mengenakan seragam militer khusus, bukan pakaian biasa. Rambutnya yang pendek dan tubuhnya yang kokoh mengingatkan pada disiplin militer.


“Selamat datang di Unit Training. Aku Park Changmyeong, instruktur kalian.”


Suaranya rendah dan tegas.


“Aktivitas unit yang akan kalian lakukan selama semester ini adalah salah satu kurikulum wajib di Gaon. Ini juga memiliki persentase terbesar dalam penilaian dan merupakan kualitas terpenting saat kalian menjadi pahlawan dan terjun ke masyarakat.”


“Kalian akan bergerak bersama anggota unit kalian selama satu semester ini. Baik dalam akademik, latihan, maupun praktik.”


Instruktur itu berjalan ke arah papan tulis sambil melanjutkan.


“Nah, sebelum kita mengundi kelompok.”


Dia tersenyum lebar, memperlihatkan giginya. Saat itu juga, dia mengeluarkan aura magis yang kuat dari depan papan tulis.


Seketika, seluruh ruangan bergetar dan aura abu-abu muncul di sekitar para siswa.


‘Mass Teleport.’


Mana membentuk wujud dan perlahan-lahan terbentang di depan mata. Bisa dianggap sebagai semacam teknik teleportasi.


Sebenarnya lebih mudah jika berjalan kaki, tapi ini hanya gaya sang instruktur.


Setelah kilatan putih terang, pandanganku perlahan-lahan terbuka.


Pemandangan baru pun terungkap.


Hutan yang dipenuhi pepohonan terlihat di depan, dan pagar yang terbuat dari sihir membatasi area.


Mungkin ini adalah lapangan latihan luar ruangan yang disiapkan di dalam akademi. Di lapangan besar ini, 70 orang terbagi dan tersebar.


Di depanku, ada empat orang selain diriku, total lima orang.


Yoo Hana juga ada di sana. Dia tersenyum cerah padaku dan melambaikan tangan.


Aku menatapnya sejenak lalu mengangguk ringan.


Saat itulah, seorang siswa pria bangkit dengan percaya diri.


“Halo.”


Suaranya lembut.


Rambutnya yang rapi dan seragam yang dikenakan dengan rapi menunjukkan kepercayaan dirinya.


“Aku Yoon Sanghyuk, peringkat 60. Senang bertemu dengan kalian.”


Nadanya halus dan teratur.


Tapi sebelum dia selesai berbicara, seseorang menyela.


“Hey, ngapain pakai bahasa formal? Kita semua sebaya, santai aja.”


Seorang siswa di sebelahnya menyela, sepertinya mereka sudah kenal.


“Ah… begitu ya?”


Yoon Sanghyuk terlihat sedikit bingung sambil menggaruk kepalanya.


“Semuanya baik-baik saja, kan?”


Namun, pandangannya langsung tertuju pada Yoo Hana.


Pertanyaannya jelas ditujukan untuk semua orang, tapi matanya hanya menatapnya.


“Yoo Hana ssi, kamu baik-baik saja? Boleh pakai bahasa santai?”


Yoo Hana menatapnya dengan ekspresi datar.


Ada keheningan sejenak, lalu dia mengangguk singkat.


“Silakan.”


Jawabannya cukup singkat. Tapi Yoon Sanghyuk tidak kehilangan momentum. Dia tersenyum dan melangkah mendekat.


“Tapi sungguh beruntung. Bagaimana bisa ada selebriti seperti ini di kelompok kita? Aku sudah banyak mendengar tentangmu sebelum masuk sekolah. Unit Training ini sangat penting, jadi kita tidak perlu khawatir, kan?”


“Tolong bantu kami, Yoo Hana-nim!!”


Yoon Sanghyuk dan siswa di sebelahnya terus berbicara dengan antusias.


Mereka berusaha keras untuk membuat kesan baik pada Yoo Hana.


“Kamu sangat bersemangat ya.”


“Ya.”


Namun, jawabannya singkat.


“Haha… boleh pakai bahasa santai, kok.”


Yoon Sanghyuk mencoba mencairkan suasana dengan senyum yang sedikit canggung.


Tapi upayanya langsung hancur oleh kalimat berikutnya dari Yoo Hana.


“Tidak. Ini lebih nyaman buatku.”


Jawaban dingin yang tegas itu membuat ekspresi Yoon Sanghyuk sedikit kaku. Dia berusaha mempertahankan senyumnya, tapi ujungnya terlihat goyah.


Kemudian, seolah menemukan target baru, dia mengalihkan pandangannya ke siswa lain.


“Aku Kim Daehyun, peringkat 541. Senang bekerja sama. Senjataku adalah perisai.”


Siswa yang baru saja berbicara itu memiliki tubuh yang besar dan kokoh.


“Hmm… oke, peringkat 541. Ayo, kita lakukan yang terbaik.”


Yoon Sanghyuk berbicara sebentar dengan Kim Daehyun sebelum akhirnya mendekatiku.


Dia mengulurkan tangan sambil tersenyum cerah.


“Jeong Haein. Tidak ada peringkat yang ditetapkan.”


Aku menggenggam tangannya dengan ringan sambil menjawab.


“Tidak ada peringkat…?”


Matanya bergetar sejenak, lalu dia mengangguk seolah memahami sesuatu.


“Ah, aku mengerti. Kamu ‘siswa penerimaan khusus’, ya.”


Dia mengangkat sudut bibirnya sambil tersenyum penuh arti.


Senyum itu mengandung sedikit ejekan yang tidak jelas.


Dia sengaja menekankan kata ‘siswa penerimaan khusus’.


Aku tidak membalas dan melepaskan tangannya. Sepertinya dia salah paham.


Yoon Sanghyuk, seolah merasa menang kecil, sedikit mengangkat kepalanya dan kembali ke tempatnya.


Begitu dia pergi, pengumuman bergema di langit lapangan latihan.


-Tugas pertama. Bentuk unit.


Instruksinya sederhana.


Tapi pengumuman itu tidak mengatakan bahwa tim harus dibentuk dengan orang-orang di depan mata, atau dengan cara tertentu.


Hanya ‘bentuklah’.


Begitu pengumuman selesai, Yoon Sanghyuk berbisik ke siswa di sebelahnya, lalu mengangkat sudut bibirnya seolah memikirkan sesuatu.


Dia melirik sekeliling dan diam-diam mendekati Yoo Hana.


“Yoo Hana.”


Yoo Hana menjawab tanpa menatapnya.


“Ya.”


“Setelah dipikir-pikir, tidak perlu membentuk tim hanya dengan anggota di sini, kan? Cuma…”


Dia tersenyum penuh arti sambil melanjutkan.


“Dia.”


Yoon Sanghyuk mengangkat kepalanya sedikit dan menunjuk ke arah Kim Daehyun dan aku.


“Kecuali dia. Bagaimana kalau kita bertiga membentuk unit? Aku, kamu, dan dia?”


“Peringkat kita kurang lebih sama, dan kita bisa membentuk tim dengan orang-orang yang setara. Jujur saja, jika kita membawa mereka dari awal, mereka akan jadi manja.”


Aku tidak menyangka dia akan mengatakan ini di depan kami, tapi keberaniannya patut diacungi jempol.


Kim Daehyun, yang mendengarkan di samping, sudah menunduk dengan wajah lesu.


Aku juga bingung. Haruskah aku bersikap baik?


Atau membalikkan keadaan?


Tapi pikiranku tidak berlangsung lama.


Yoo Hana tertawa perlahan setelah mendengar kata-kata Yoon Sanghyuk. Tawa itu tidak ringan atau hangat. Lebih mirip dengan ejekan yang sinis dan tidak percaya.


“Setara?”


“Kamu bilang setara?”


Yoo Hana tidak sekalipun menatapnya, dan dengan langkah ringan, dia mendekatiku.


Dia tersenyum cerah dan berkata.


“Jeong Haein.”


Dia berhenti di depanku. Kemudian, dia sedikit memiringkan kepalanya dan bertanya.


“Mau membentuk unit denganku?”


Yoon Sanghyuk di belakang langsung meledak.


“Hey, apa-apaan…!”


Yoo Hana mengabaikan suaranya dan perlahan berkata.


“Setahun lalu, gelombang monster yang disebabkan oleh ledakan katalis di pantai timur, dihancurkan oleh satu orang.”


Alis Yoon Sanghyuk berkedut mendengar kata-kata Yoo Hana.


“Dia menggunakan tombak, dan katanya sangat tampan…”


Yoo Hana memiringkan kepalanya sambil memeriksa wajahku, lalu tiba-tiba mengulurkan tangan dan mencubit pipiku dengan lembut.


“Ya, benar.”


Dia masih menatapku. Tatapannya cukup intens.


“Kamu benar-benar ‘siswa penerimaan khusus’, ya. Benar kan?”


Wajah Yoon Sanghyuk semakin kaku mendengar kata-katanya. Awalnya dia terlihat bingung, tapi kemudian matanya menunjukkan pemahaman.


“Sepertinya…”


Yoo Hana menyelipkan tangannya ke lenganku sambil tersenyum nakal.


“Yang setara itu di sini.”


Dan dia menjulurkan lidahnya dengan main-main.

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset